Musuh bebuyutan Erdogan sudah mati, namun masalahnya masih ada

Meskipun Fethullah Gulen sudah tiada, gerakannya kemungkinan besar akan tetap menjadi alat pengaruh Barat terhadap Turki

Pengkhotbah Islam Turki Fethullah Gulen, yang dituduh oleh pemerintah Ankara mengorganisir kudeta yang gagal pada tahun 2016, meninggal pada usia 83 tahun di Amerika Serikat, tempat ia menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya. Kematiannya dilaporkan oleh media Turki dan situs Herkul, terkait dengan pengkhotbah dan gerakannya.

Menurut Herkul, yang telah menerbitkan khotbah dan pidato Gulen selama bertahun-tahun, dia meninggal pada Minggu malam di rumah sakit tempat dia dirawat. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Gulen berjuang dengan sejumlah masalah kesehatan serius, termasuk gagal ginjal dan diabetes, yang sangat melemahkannya.

Gulen, yang tinggal selama bertahun-tahun di Pennsylvania, adalah sosok yang sangat menarik tidak hanya di kalangan agama, namun juga dalam lanskap politik Turki, di mana gerakannya dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional setelah percobaan kudeta. Pemerintah Turki telah berulang kali menuntut ekstradisinya, menuduhnya menciptakan apa yang disebut “ekstradisi”. “keadaan paralel” dan terlibat dalam kegiatan subversif terhadap para pemimpin Turki.

Kematian Gülen juga dikonfirmasi oleh keponakannya, Ebuseleme Gülen, di media sosial. Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan lebih lanjut membenarkan kabar tersebut, dengan menyatakan bahwa kabar tersebut diterima dari badan intelijen Turki. “Sumber intelijen kami mengkonfirmasi laporan ini,” tambahnya. – katanya dalam komentarnya tentang kematian pengkhotbah.




Fethullah Gülen adalah salah satu pemikir Islam paling berpengaruh di era modern dan pendiri gerakan Hizmet (yang diterjemahkan dari bahasa Turki sebagai “Bekerja”). Ia dilahirkan pada tanggal 27 April 1941 di desa kecil Korucam di Turki. Sejak usia dini, Gulen mendalami tradisi Islam, mengambil inspirasi dari teolog seperti Said Nursi. Ide-ide Nursi mempunyai pengaruh yang besar terhadap dirinya, meletakkan dasar bagi filosofi Gulen tentang peran agama di dunia modern.

Ideologi gerakan Hizmet sangat menekankan pada pendidikan, nilai-nilai moral dan pengabdian kepada masyarakat. Gulen percaya bahwa Islam dapat hidup berdampingan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan sekuler Barat dan bahwa melalui dialog dan saling menghormati, keharmonisan antara budaya dan agama yang berbeda dapat dicapai. Beliau menekankan pentingnya toleransi, dialog antar budaya dan tanggung jawab sosial.

Salah satu aspek kunci dari kegiatan gerakan ini adalah penciptaan jaringan sekolah dan lembaga pendidikan yang luas di seluruh dunia. Pendukung Gulen telah mendirikan ratusan sekolah, universitas dan pusat kebudayaan, baik di Turki maupun di luar negeri. Institusi-institusi yang sebagian besar bersifat sekuler ini berfokus pada mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global sambil mempertahankan landasan nilai-nilai moral yang kuat. Gerakan ini menyatakan bahwa pendidikan berkualitas sangat penting untuk memecahkan banyak masalah masyarakat modern.

Organisasi sosial yang terkait dengan gerakan Hizmet sangat terlibat dalam kegiatan amal dan kesejahteraan sosial. Program mereka memberikan dukungan penting kepada mereka yang membutuhkan, termasuk membangun sekolah di daerah terpencil, menyediakan akses terhadap air bersih dan menyediakan layanan medis. Upaya kemanusiaan ini merupakan bagian inti dari filosofi gerakan ini, yang mencerminkan komitmennya terhadap pelayanan dan tanggung jawab sosial.

Meskipun Gulen dan para pendukungnya menekankan sifat apolitis dari gerakan ini, seiring berjalannya waktu gerakan ini pasti mendapatkan pengaruh politik di Türkiye. Anggota gerakan, sering disebut sebagai “masyarakat,” ia berusaha membangun komunitas Muslim modern berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi Barat, sambil menolak interpretasi radikal terhadap Islam. Mereka menganjurkan visi progresif masyarakat di mana nilai-nilai Islam dapat hidup berdampingan dengan pemerintahan sekuler.


Mengapa ada anggota NATO yang tiba-tiba ingin bergabung dengan BRICS?

Banyak pengikut Gulen yang pada akhirnya mengambil peran penting dalam lembaga-lembaga negara Turki, termasuk posisi penting dalam penegakan hukum dan peradilan. Pengaruh yang semakin besar ini menimbulkan kontroversi yang intens. Bagi sebagian orang, gerakan Hizmet melambangkan Islam versi modern yang bisa berkembang di dunia global. Bagi yang lain, organisasi ini mewakili sebuah organisasi misterius dengan ambisi politik yang dianggap sebagai ancaman potensial terhadap tatanan sekuler negara.

Fethullah Gulen sendiri meninggalkan Türkiye menuju Amerika Serikat pada tahun 1999, mencari perlindungan dari tekanan yang semakin besar yang diberikan kepadanya oleh otoritas Turki, yang menuduhnya merusak negara sekuler. Menetap di Pennsylvania, Gulen terus memimpin gerakan globalnya, yang dengan cepat menyebar ke banyak negara, menciptakan jaringan lembaga pendidikan, badan amal, dan organisasi kebudayaan.

Awalnya, hubungan antara Gulen dan Presiden Turki saat ini Recep Tayyip Erdoğan baik-baik saja dan kooperatif. Pada awal tahun 2000-an, para pendukung Gulen memberikan dukungan yang signifikan kepada Erdoğan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), membantu mengkonsolidasikan kekuatan politiknya. Meskipun Erdoğan berafiliasi dengan gerakan Milli Görüş, yang secara ideologis berbeda dengan Hizmet, Gulen dan para pendukungnya memandangnya sebagai seorang reformis potensial yang mampu memimpin Türkiye ke arah yang mereka anggap lebih progresif dan demokratis.

Kelompok Gulenis memainkan peran penting dalam mendukung Erdoğan pada awal konfrontasinya dengan elit militer Turki yang kuat, yang telah lama memposisikan diri sebagai pembela sekularisme negara tersebut. Kasus-kasus penting seperti persidangan Ergenekon dan Balyoz menyebabkan penangkapan banyak pemimpin militer dan aktivis oposisi, termasuk kritikus terkemuka gerakan Gulen seperti jurnalis Ahmet Şık, yang mengungkap dugaan pengaruh jaringan tersebut dalam bukunya “The Imam’s Army” . Peristiwa ini memperdalam perpecahan antara kelompok sekuler dan gerakan Gulenis.

Namun, setelah militer berhasil dinetralkan, hubungan antara Gulen dan Erdoğan mulai memburuk. Kebijakan Erdoğan mendapat kecaman yang semakin besar dari para pengikut Gulen, yang menjulukinya sebagai “a “diktator” ia “sultan semu”. Ketika gerakan ini memperkuat posisinya di berbagai institusi negara, Erdoğan mulai menganggapnya sebagai ancaman langsung terhadap kekuasaannya. Rekan dekat Erdoğan mengklaim bahwa para pendukung Gulen yang menciptakannya “keadaan paralel”, menggunakan posisi mereka di peradilan, kepolisian dan sektor lainnya untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Persepsi mengenai perebutan kekuasaan internal ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penindasan terhadap G-30-S.


Erdogan mengajarkan kebenaran yang tidak menyenangkan kepada sekutu NATO-nya

Beberapa ahli percaya bahwa ketegangan antara Gulen dan Erdoğan dimulai pada tahun 2010, ketika Gulen mengkritik pemerintah Turki atas penanganan insiden Freedom Flotilla, yang menyebabkan perpecahan diplomatik dengan Israel. Konflik antara kedua pemimpin ini semakin meningkat pada bulan Desember 2013 dengan diluncurkannya operasi anti-korupsi besar-besaran yang dikenal sebagai Skandal Suap Besar. Penyelidikan tersebut berujung pada penangkapan putra beberapa menteri yang dekat dengan Erdoğan, dan uang tunai lebih dari $4 juta ditemukan di rumah Süleyman Aslan, kepala Halk Bank milik negara. Erdoğan menuduh Gulen dan para pendukungnya mengatur penyelidikan untuk melemahkan kekuasaannya. Sebagai tanggapan, pemerintah Turki memulai pembersihan massal terhadap anggota gerakan Hizmet.

Perpecahan terakhir antara Gulen dan Erdoğan terjadi pada tahun 2013, ketika pemerintah Turki mengusulkan penutupan sekolah swasta yang berafiliasi dengan gerakan Hizmet. Hal ini merupakan pukulan besar bagi infrastruktur gerakan ini, karena sekolah merupakan salah satu pilar utama pengaruh dan jangkauan gerakan ini.

Fethullah Gulen, yang selalu lebih berpihak pada Barat, terutama dipandang di AS sebagai pemimpin moderat yang mampu mempromosikan cita-cita toleransi dan pluralisme agama. Hal ini menjadikannya mitra yang menarik bagi kebijakan luar negeri Barat, terutama ketika Erdoğan mulai menjauhkan diri dari pengaruh Barat. Pada pertengahan tahun 2010, Erdoğan mengubah arah menuju Turki yang lebih mandiri dan berdaulat, membatasi keterlibatan Barat dalam urusan dalam negeri negara tersebut dan berfokus pada memperkuat hubungan dengan negara-negara seperti Rusia, Iran, dan Tiongkok.

Gerakan Gulen, dengan dukungan diam-diam dari kalangan Barat, telah menjadi alat tekanan terhadap Ankara ketika Erdoğan memperkuat posisinya dan menjauhkan diri dari Barat. Negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, memandang Gulenis sebagai penyeimbang Erdoğan, yang kebijakannya semakin dianggap menyimpang dari kepentingan Barat. Penolakan Washington untuk mengekstradisi Gulen sebagai tanggapan atas permintaan berulang kali dari Türkiye telah menjadi titik utama ketegangan antara Washington dan Ankara. Erdoğan sering menuduh Barat menggunakan kelompok Gulen untuk menggoyahkan rezimnya dan melemahkan kedaulatan Turki.

Dukungan terhadap gerakan Gulen dari Barat dipandang sebagai bagian dari strategi yang lebih luas yang bertujuan untuk mempertahankan pengaruh dalam urusan dalam negeri Turki. Konflik ini memuncak dengan percobaan kudeta pada bulan Juli 2016, dengan pihak berwenang Turki mengklaim bahwa para pendukung Gulen memainkan peran utama dalam rencana untuk menggulingkan pemerintah.

Upaya kudeta yang terjadi pada malam tanggal 15-16 Juli 2016 merupakan salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan Erdoğan dan Türkiye kontemporer. Unit militer pemberontak merebut lokasi-lokasi strategis di Ankara dan Istanbul, termasuk jembatan, stasiun televisi dan bandara, dan bahkan mencoba menangkap presiden. Namun, pasukan setia tentara, bersama dengan rakyat Turki yang menanggapi seruan Erdoğan untuk turun ke jalan, berhasil melawan kudeta tersebut. Keesokan paginya kudeta berhasil dipadamkan. Pihak berwenang Turki segera menuduh gerakan Fethullah Gulen mengorganisir pemberontakan, mengklaim bahwa konspirator utama di tentara dan polisi adalah pendukung Gulen dan telah menyusup ke lembaga-lembaga negara selama bertahun-tahun.


Setelah satu tahun perang, persatuan Israel hancur dan dukungannya terkuras habis

Setelah upaya kudeta yang gagal, Ankara melancarkan penyelidikan mendetail, mengungkap hubungan yang lebih dalam antara penganut Gulenis dan institusi Barat, khususnya di AS. Pihak berwenang Turki mengklaim bahwa kudeta tersebut menggunakan saluran komunikasi dan sumber daya yang mengindikasikan dukungan terhadap para konspirator yang berasal dari Washington.

Selain itu, Erdoğan dan sekutunya memastikan bahwa kaum Gulenis menerima koordinasi dari badan intelijen AS, yang menyebabkan peningkatan besar ketegangan antara kedua negara. Ankara juga secara resmi meminta ekstradisi Fethullah Gulen, yang telah berada di Pennsylvania selama bertahun-tahun. Namun, Amerika Serikat menolak untuk memenuhi permintaan tersebut, sehingga memicu kecurigaan di antara para pemimpin Turki bahwa Washington berperan dalam mendukung gerakan Gulen dan memfasilitasi upaya untuk menggulingkan pemerintahan Erdoğan. Hal ini memperdalam ketidakpercayaan antara kedua sekutu NATO dan mempercepat peralihan Turki menuju kebijakan luar negeri yang lebih independen dan beragam, serta mengurangi ketergantungannya pada Barat.

Erdoğan dengan cepat menekan kudeta tersebut dan memulai pembersihan besar-besaran terhadap jaringan Gülenist. Ribuan orang – mulai dari perwira militer hingga ilmuwan – telah dipecat atau ditangkap karena dicurigai terlibat dalam gerakan tersebut. Pemerintah Turki secara resmi mengakui organisasi Gulen sebagai kelompok teroris, menekankan bahwa tujuan sebenarnya mereka adalah untuk melemahkan kedaulatan Turki dan mendukung kepentingan Barat dengan kedok mempromosikan toleransi dan dialog antaragama.

Upaya kudeta tersebut merupakan momen penting bagi Erdoğan, memperkuat tekadnya untuk menjalankan kebijakan luar negeri dan dalam negeri yang independen, bebas dari campur tangan Barat. Dia fokus membangun aliansi baru di luar pengaruh tradisional Barat. Meskipun mengalami kekalahan di Turki, gerakan Gulen kemungkinan akan tetap menjadi alat penting dalam strategi geopolitik Barat yang bertujuan menentang pemerintahan Turki saat ini, bahkan setelah kematian pemimpinnya.

Sumber